JAKARTA, Narasionline.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya sosok yang berperan sebagai juru simpan uang dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pihaknya tengah menelusuri aliran dana dalam perkara tersebut. Menurutnya, ada indikasi uang hasil dugaan tindak pidana korupsi tidak berhenti di satu pihak saja, melainkan disimpan oleh orang tertentu.

“Kami telusuri uangnya lari ke mana, berhenti di siapa, dan kami yakini ada orang yang berfungsi sebagai juru simpan. Sosoknya akan kami ungkap pada waktunya,” ujar Asep di Gedung KPK, Jumat (20/9/2025).

Meski penyidikan telah berjalan, KPK sejauh ini belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tersebut.

Kasus ini bermula ketika Indonesia mendapat tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu jemaah pada musim haji lalu. Sesuai aturan, kuota tambahan seharusnya dibagi 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, pembagiannya justru dilakukan 50:50 sehingga diduga menimbulkan kerugian besar.

“Dari perhitungan awal, kerugian negara akibat perubahan perimbangan kuota ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun,” kata Asep.

Untuk memperkuat pembuktian, KPK menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna melacak aliran dana mencurigakan. Sejumlah pihak juga telah dimintai keterangan, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

KPK menegaskan akan terus mengembangkan penyidikan guna mengungkap pihak-pihak yang terlibat, termasuk sosok yang diduga menjadi juru simpan uang. (fal*)

GORONTALO, Narasionline.id – Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Gorontalo memanggil salah satu anggotanya, Wahyudin Moridu, setelah sebuah video dirinya viral di media sosial. Dalam video berdurasi singkat itu, Wahyudin secara terbuka menyebut hendak “merampok uang negara” untuk kepentingan pribadi.

Ketua BK DPRD Gorontalo, Fikram Salilama, membenarkan adanya pemanggilan tersebut. Ia menyampaikan bahwa dalam klarifikasi, Wahyudin mengakui dirinya adalah sosok dalam video tersebut. Namun, ia berdalih ucapannya dilontarkan dalam kondisi mabuk berat dan tidak sadar sedang direkam.

“Dalam rekaman juga terlihat ada botol minuman keras di dalam mobil. Yang bersangkutan mengaku sejak malam sudah mengonsumsi minuman hingga pagi hari masih dalam keadaan mabuk,” ujar Fikram.

Dalam rekaman itu, Wahyudin tampak mengendarai mobil bersama seorang wanita di kursi depan. Dengan lantang ia menyatakan akan menggunakan uang negara untuk berfoya-foya, bahkan menyebut masa jabatannya akan berlangsung hingga 2031.

Pernyataan tersebut memicu kecaman publik. Banyak pihak menilai ucapan seorang wakil rakyat tidak semestinya menyinggung praktik penyalahgunaan dana negara, meskipun diklaim dilakukan dalam keadaan mabuk.

BK DPRD Provinsi Gorontalo menegaskan akan mendalami kasus ini lebih lanjut guna memastikan apakah terdapat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Wahyudin Moridu. (Fal)

JAKARTA, Narasionline.id – Khalid Zeed Abdullah Basalamah (KZM/KB), pemilik PT Zahra Oto Mandiri atau dikenal dengan Uhud Tour sekaligus Ketua Umum Asosiasi Mutiara Haji, mengakui telah menyerahkan sejumlah uang kembali ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dana tersebut sebelumnya diamankan penyidik KPK untuk dijadikan barang bukti dalam perkara dugaan korupsi penyelenggaraan dan distribusi kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag).

Kabar pengembalian uang itu dikonfirmasi langsung oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto. Ia menyebutkan nominal yang diserahkan Khalid masih dalam proses pengecekan.

“Benar, tetapi jumlahnya belum terverifikasi,” kata Setyo, Senin (15/9/2025).

Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa Khalid Zeed sebagai saksi terkait kasus yang sama. Fokus pemeriksaan antara lain mengenai perubahan rencana keberangkatan jamaah Uhud Tour yang semula hendak berangkat lewat jalur haji furoda, namun kemudian dialihkan menjadi haji khusus atas tawaran Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebutkan kuota haji khusus tambahan yang digunakan rombongan Khalid berasal dari 20 ribu jatah tambahan yang diberikan pada 2024.

“Awalnya hendak furoda, tapi akhirnya ikut kuota khusus yang seharusnya dibagi untuk jemaah lain. Termasuk rombongan Pak Ustaz KB ini,” jelas Asep, Rabu (10/9/2025).

Selain itu, penyidik menelusuri biaya besar yang dikeluarkan jamaah haji khusus. Dengan membayar nominal tinggi, jamaah bisa langsung berangkat di tahun yang sama tanpa antre panjang seperti jalur reguler.

“Banyak yang menggunakan kode T0, artinya daftar dan berangkat di tahun yang sama, berbeda dengan reguler yang bisa menunggu puluhan tahun,” tambah Asep.

Menurutnya, penggunaan kuota tambahan ini menyalahi aturan. Dalam SK Menteri Agama tertanggal 15 Januari 2024, tambahan kuota 20 ribu dibagi dua sama rata: 10 ribu reguler dan 10 ribu khusus. Padahal, UU Nomor 8 Tahun 2019 mengatur bahwa 92 persen kuota harus diperuntukkan reguler dan hanya 8 persen untuk khusus. Kondisi ini membuat sekitar 8.400 jamaah reguler gagal berangkat pada 2024.

Khalid sendiri sudah beberapa kali dipanggil penyidik. Pada Selasa (9/9/2025), ia menjalani pemeriksaan hampir delapan jam di Gedung Merah Putih KPK. Usai diperiksa, Khalid menegaskan dirinya hanyalah korban dari ulah Ibnu Mas’ud.

“Posisi kami ini justru korban dari PT Muhibbah milik Ibnu Mas’ud,” katanya.

Ia mengaku awalnya seluruh biaya jalur furoda sudah dibayar. Namun, Ibnu menawarkan visa resmi dengan dalih kuota tambahan, sehingga 122 jamaah Uhud Tour akhirnya berangkat lewat bendera PT Muhibbah.

“Uhud Tour waktu itu tidak mendapat kuota tambahan, sehingga jamaah kami ikut rombongan Muhibbah,” ungkap Khalid.

Kasus dugaan korupsi kuota haji ini sudah naik ke tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025. Kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp1 triliun. Dari hasil penelusuran, uang hasil setoran perusahaan travel kepada oknum Kemenag mencapai 2.600–7.000 dolar AS per kuota.

Dana tersebut berasal dari biaya jamaah yang dijanjikan bisa berangkat di tahun yang sama. Akibatnya, ribuan jamaah reguler yang sudah antre bertahun-tahun kehilangan kesempatan. Bahkan, sebagian uang hasil setoran diduga digunakan untuk membeli aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang kini telah disita KPK. (bob/red)

JAKARTA, Narasionline.id – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tidak akan ada pajak baru maupun kenaikan tarif pajak pada tahun 2026.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, target pendapatan negara tahun depan ditetapkan sebesar Rp 3.147,7 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 2.357,7 triliun, atau tumbuh 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Seolah-olah ada persepsi dari media bahwa peningkatan pendapatan dilakukan dengan menaikkan pajak. Padahal tarif pajak tetap sama,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama DPD RI, Selasa (2/9/2025).

Ia menegaskan, peningkatan penerimaan pajak akan ditempuh melalui penguatan kepatuhan wajib pajak, bukan dengan memberlakukan pajak baru.

Pemerintah juga berkomitmen memberikan perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM dengan penghasilan hingga Rp 500 juta per tahun tetap bebas Pajak Penghasilan (PPh). Sementara itu, UMKM dengan omzet di atas Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar hanya dikenakan pajak final sebesar 0,5 persen, jauh di bawah tarif PPh badan sebesar 22 persen.

Selain itu, sektor-sektor tertentu seperti kesehatan dan pendidikan tetap dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta keringanan pajak diberikan bagi masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 60 juta per tahun.

“Semua kebijakan ini berdasarkan asas gotong royong. Pendapatan negara akan dijaga, namun tetap berpihak pada kelompok yang lemah,” tutup Sri Mulyani. (tom*)

BANTEN, Narasionline.id – Gelombang kemarahan rakyat yang tak lagi terbendung menjadi pemicu aksi unjuk rasa besar-besaran dan penjarahan di berbagai wilayah Indonesia sejak 28 Agustus 2025. Aksi ini mencerminkan luapan frustrasi masyarakat yang merasa aspirasinya tidak pernah diakomodasi, sementara ruang dialog dengan pemerintah seolah tertutup rapat.

Tradisi musyawarah mufakat, yang menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945, kini dirasakan semakin memudar. Budaya itu tergantikan oleh pola pikir kapitalistik yang berkembang pesat, menciptakan ketimpangan sosial dan ketidakadilan yang semakin nyata di tengah masyarakat.

Rangkaian protes yang merebak ke berbagai kota besar memperlihatkan kesabaran rakyat telah mencapai titik nadir. Aksi penjarahan terhadap rumah para tokoh yang dianggap memperburuk kondisi bangsa merupakan bentuk kemarahan akibat pernyataan dan sikap yang dirasa merendahkan rakyat.

Salah satunya adalah komentar yang menyebut masyarakat pendukung pembubaran DPR RI sebagai “orang paling tolol sedunia”. Sikap tidak sensitif para pejabat, seperti berjoget ria di tengah penderitaan rakyat, diiringi kenaikan harga dan pajak serta tunjangan dewan, menjadi pemicu utama meledaknya kemarahan publik.

Desakan rakyat untuk membersihkan Kabinet Merah Putih dari praktik korupsi semakin kuat. Mereka menuntut hukuman mati bagi koruptor serta penyitaan seluruh aset haram. Penjarahan yang terjadi di berbagai daerah dipandang sebagian pihak sebagai simbol perlawanan rakyat sekaligus protes terhadap ketidakmampuan negara dalam menegakkan hukum.

Tanda-tanda kemarahan ini sudah terlihat sejak aksi spontan warga Kabupaten Pati pada pekan sebelumnya. Kenaikan pajak yang signifikan, peningkatan gaji pejabat, hingga insiden tragis tertabraknya Affan Kurniawan oleh kendaraan taktis kepolisian, memicu eskalasi amarah hingga puncaknya terjadi pada malam 28 Agustus 2025, saat massa menyerbu Markas Brigade Mobil di Kwitang, Jakarta Pusat.

Keesokan harinya, 29 Agustus 2025, aksi berlanjut dengan pengepungan Kompleks Polda Metro Jaya yang berlangsung sepanjang hari. Situasi Jakarta memanas dan semakin memburuk pada 30 Agustus 2025 ketika pembatasan kendaraan dari luar kota justru memperparah kekacauan, mengganggu layanan transportasi umum, dan memperluas dampak ke wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Karawang.

Mulai 31 Agustus 2025, aksi penjarahan meluas, dipandang sebagai bentuk ketidakpercayaan rakyat terhadap DPR RI yang dinilai enggan menyetujui kebijakan penyitaan aset koruptor. Publik menilai penegakan hukum selama ini cenderung memelihara praktik korupsi demi kepentingan politik dan ekonomi tertentu.

Sejumlah pakar sosial dan politik menolak klaim bahwa aksi-aksi ini dikendalikan pihak asing. Mereka menegaskan bahwa pemicu utama gelombang protes adalah tekanan ekonomi dan ketidakadilan sosial yang nyata dirasakan masyarakat. Dari Pati hingga kota-kota besar lainnya, aksi massa ini mencerminkan akumulasi kekecewaan mendalam terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil.

“Aksi-aksi ini adalah cermin dari kegagalan komunikasi antara rakyat dan pemimpin. Ketika aspirasi rakyat tidak didengar dan ketidakadilan dibiarkan, masyarakat akan mengambil langkah ekstrem sebagai bentuk perlawanan. Ini adalah peringatan keras bahwa kepercayaan publik terhadap institusi negara berada di titik kritis,” ujar seorang pengamat politik nasional.

Oleh Jacob Ereste:
Banten, 30 Agustus 2025
Redaksi Narasionline.id

JAKARTA, Narasionline.id – Presiden Republik Indonesia menyempatkan diri menjenguk anggota Polri yang menjadi korban saat mengamankan aksi kerusuhan baru-baru ini. Kunjungan tersebut disampaikan oleh Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., usai mendampingi Presiden pada Senin (25/8/2025).

Kapolri menyampaikan bahwa Presiden memberikan perhatian penuh terhadap kondisi para korban serta keluarga mereka.

“Alhamdulillah, hari ini Bapak Presiden menyempatkan diri untuk mengunjungi keluarga besar Polri yang kemarin menjadi korban pada saat terjadi aksi kerusuhan. Beliau menemui satu per satu keluarga korban dengan penuh empati,” ujar Jenderal Listyo Sigit.

Kapolri menegaskan, Polri akan memberikan penghargaan terbaik kepada para prajurit yang telah menunjukkan dedikasi dan pengorbanan dalam menjalankan tugas negara.

“Kami berkomitmen memberikan penghargaan terbaik bagi prajurit-prajurit kita yang sudah bekerja keras dan mengorbankan jiwa raganya dalam menjalankan tugas,” tegasnya.

Lebih lanjut, Kapolri menegaskan bahwa Polri akan menindak tegas para pelaku kerusuhan sesuai arahan Presiden. Polri berkomitmen memulihkan keamanan, menjaga ketertiban, serta memastikan aktivitas masyarakat dan roda perekonomian kembali normal.

“Sesuai arahan Bapak Presiden, Polri akan segera mengembalikan keamanan dan ketertiban. Para pelaku kerusuhan akan ditangkap dan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku,” jelas Kapolri.

Ia juga memastikan proses penyelidikan dilakukan secara menyeluruh, termasuk menelusuri pihak-pihak yang menjadi aktor intelektual maupun yang membiayai aksi kerusuhan.

“Polri akan bertindak berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan di lapangan. Kita akan mengusut secara tuntas, mulai dari pelaku di lapangan, aktor yang menggerakkan, hingga pihak-pihak yang membiayai kerusuhan,” ungkapnya.

Hingga saat ini, Kapolri menyebut sudah cukup banyak pelaku yang berhasil diamankan dan jumlahnya diperkirakan terus bertambah.

“Beberapa sudah ditangkap, dan perkembangannya akan kami sampaikan secara resmi pada waktunya,” pungkas Jenderal Listyo Sigit. (*)

JAKARTA, Narasionline.id – Partai Nasional Demokrat (NasDem) akhirnya mengambil langkah politik paling tegas dengan menonaktifkan dua kadernya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Keputusan ini berlaku efektif mulai 1 September 2025, sebagai respons atas sikap keduanya yang dinilai mempermalukan partai dan memicu kemarahan publik.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim, menegaskan langkah tersebut diambil tanpa kompromi.

“Aspirasi rakyat adalah garis perjuangan utama partai. Tidak ada tempat bagi kader yang mencederai kepercayaan publik. Kami resmi menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach,” tegasnya, Minggu (31/08/2025).

Kontroversi mencuat usai pernyataan Ahmad Sahroni, mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, yang memicu gelombang kemarahan rakyat. Sahroni pun akhirnya meminta maaf secara terbuka melalui akun X miliknya.

“Saya mohon maaf atas ucapan-ucapan saya yang telah menyinggung masyarakat. Saya berjanji akan memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan serupa,” tulisnya.

Namun, meski telah meminta maaf, Sahroni menyatakan belum siap kembali ke Indonesia karena situasi nasional yang memanas. “Demi keamanan diri dan keluarga, saya belum bisa pulang,” ujarnya.

Di sisi lain, Partai NasDem menegaskan bahwa kader mana pun yang mengkhianati aspirasi rakyat akan ditindak tegas. “Tidak ada ruang bagi kader arogan. Rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi,” pungkas Hermawi. (Panji)

JAKARTA, Narasionline.id – Situasi politik nasional terus memanas. Di tengah gelombang demonstrasi dan kemarahan publik yang merajalela, Partai Amanat Nasional (PAN) mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan dua kader populernya: Surya Utama atau yang dikenal dengan Uya Kuya, serta Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio.

Keputusan ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, Minggu (31/08/2025). Viva menegaskan, kebijakan ini mulai berlaku pada Senin, 1 September 2025.

“Mencermati dinamika dan perkembangan saat ini, DPP PAN memutuskan untuk menonaktifkan Saudaraku Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Saudaraku Surya Utama (Uya Kuya) sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi PAN DPR RI, terhitung sejak hari Senin, 1 September 2025,” tegasnya.

Viva menuturkan, langkah tegas ini diambil setelah mempertimbangkan situasi politik yang bergolak dalam beberapa hari terakhir. Ia mengajak publik agar tetap tenang menghadapi ketegangan yang meluas.

“Kami meminta masyarakat tetap bersikap tenang di tengah gejolak sosial-politik ini. Percayakan sepenuhnya kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan persoalan ini dengan cepat, tepat, dan selalu berpihak pada rakyat,” tambahnya.

Awal Polemik: Video Parodi di Tengah Luka Bangsa

Sebelum situasi memanas, Eko Patrio yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PAN menjadi sorotan publik usai mengunggah video parodi di akun TikTok pribadinya, @ekopatriosuper. Dalam video itu, Eko berperan layaknya DJ, lengkap dengan musik “sound horeg,” seolah merespons santai kritik masyarakat atas sejumlah anggota DPR yang berjoget selepas Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Tahunan MPR RI 2025.

“Biar jogednya lebih keren pakai sound ini aja,” tulis Eko dalam unggahannya. Salah satu anggota DPR yang turut berjoget kala itu adalah Uya Kuya.

Namun, aksi parodi tersebut justru memperkeruh keadaan. Publik menilai tindakan mereka tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat, terutama di tengah kondisi ekonomi sulit dan kontroversi kenaikan tunjangan anggota DPR RI. Permintaan maaf yang terlambat tidak mampu meredam kekecewaan publik.

Gelombang Demonstrasi dan Tragedi Affan Kurniawan

Ketegangan mulai memuncak sejak unjuk rasa besar-besaran pada 25 Agustus 2025, memprotes kenaikan tunjangan DPR. Aksi tersebut berlanjut pada 28 Agustus dan memakan korban ketika seorang driver ojek online, Affan Kurniawan, meninggal dunia setelah dilindas mobil taktis Brimob. Tragedi ini menjadi titik balik yang memicu amarah nasional.

Protes meluas ke berbagai kota, dari Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Solo, Tegal, Cilacap, Makassar, hingga daerah lain. Bentrokan antara massa dan aparat pecah di berbagai titik. Sejumlah fasilitas publik dirusak, halte bus dan kantor polisi dibakar, hingga Gedung Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya luluh lantak oleh amukan massa pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025.

Keputusan PAN untuk menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya dianggap sebagai langkah politis untuk meredakan amarah publik. Namun, gejolak di lapangan menunjukkan bahwa luka sosial belum mereda.

Situasi politik Tanah Air kini berada di ujung tanduk, sementara sorotan publik terus mengarah pada langkah-langkah pemerintah dan parlemen dalam menghadapi krisis kepercayaan ini. (panji)

JAKARTA, Narasionline.id – Polri mencatatkan capaian membanggakan dalam survei nasional terbaru yang dirilis oleh Rumah Politik Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada 22–26 Agustus 2025 di 34 provinsi, Polri dinilai sebagai lembaga penegak hukum dengan kinerja paling unggul dan menjadi institusi yang paling dipercaya oleh publik.

Direktur Eksekutif Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menyebutkan bahwa hasil ini menjadi kabar gembira bagi Polri. Menurutnya, citra kepolisian yang selama ini mendapat sorotan mulai mengalami perbaikan berkat sejumlah gebrakan dan kinerja nyata di lapangan.

Dalam survei tersebut, Polri memperoleh penilaian tertinggi dalam kategori kinerja lembaga penegak hukum secara umum, dengan angka 20,11 persen. Polri mengungguli KPK yang memperoleh 20,9 persen dan Kejaksaan Agung dengan 20,5 persen. Fernando menilai capaian ini sebagai bukti bahwa konsep Polisi Presisi yang selama ini digaungkan mulai memberikan dampak yang dirasakan oleh masyarakat luas.

“Mengenai kepolisian. Saya kira ini bagian dari polisi presisi yang harus terus dilanjutkan oleh internal kepolisian supaya mereka betul-betul bisa mendapatkan perhatian dari masyarakat dan bisa mendapatkan tempat di hati masyarakat,” ujarnya.

Selain unggul dalam kinerja umum, Polri juga mendapat apresiasi tinggi dalam penanganan kejahatan siber dan kriminalitas baru. Dalam kategori ini, Polri mencatat skor tertinggi dengan 22,32 persen, bersaing ketat dengan Kejaksaan Agung dan KPK yang masing-masing memperoleh 22,29 persen. Ini menunjukkan bahwa Polri dinilai adaptif terhadap tantangan kejahatan di era digital.

Kinerja Polri juga menonjol dalam aspek reformasi peradilan. Lembaga ini meraih angka 20,6 persen, hanya terpaut tipis dari Kejaksaan Agung (20,9 persen) dan mengungguli KPK (20,4 persen). Hal ini memperlihatkan bahwa publik mulai merasakan adanya upaya perbaikan tata kelola di tubuh Polri.

Dalam hal pemberantasan korupsi—isu yang kerap menjadi perhatian publik—Polri kembali mendapat kepercayaan tinggi dengan persentase 21,20 persen. Capaian ini menempatkan Polri tepat di bawah KPK (21,23 persen) dan di atas Kejaksaan Agung (21,17 persen). Perbedaan tipis ini menunjukkan ketatnya persaingan tiga lembaga penegak hukum utama dalam mendapatkan tempat di hati masyarakat.

Fernando menilai, keberhasilan Polri dalam survei ini tidak terlepas dari langkah-langkah pembenahan yang terus dilakukan. Ia menyebut bahwa Polri, bersama KPK dan Kejaksaan Agung, sedang berproses memperbaiki citra dan meningkatkan kepercayaan publik melalui tindakan konkret.

Hasil survei Rumah Politik Indonesia ini menjadi cermin bahwa Polri kini berada dalam momentum positif. Ke depan, tantangannya adalah menjaga konsistensi dan terus memperkuat kinerja agar kepercayaan publik tidak sekadar menjadi angka, tetapi menjadi bagian dari realitas yang dirasakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.