MALANG, NARASIONLINE.ID – Penangkapan tersangka kasus narkotika berinisial R oleh Satresnarkoba Polres Malang pada 16 Mei 2025 menyisakan tanda tanya besar terkait integritas proses hukum yang dijalankan.
Tersangka yang diamankan di rumahnya di wilayah Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, ditangkap dengan barang bukti sabu seberat 2,8 gram. Namun, yang mencuat bukan hanya soal barang bukti, melainkan dugaan kuat praktik pemerasan yang melibatkan oknum aparat penegak hukum.
R dalam keterangannya menyebut bahwa saat penangkapan, salah satu penyidik menyampaikan secara langsung jumlah sabu yang diamankan. Namun tak lama setelah itu, keluarga R justru dihadapkan pada praktik yang mencurigakan, permintaan uang puluhan juta rupiah oleh oknum yang mengatasnamakan proses “rehabilitasi.”
“Saya serahkan uang itu ke Kasun dan keluarga. Katanya, biar anak saya tidak diproses pidana dan bisa direhab,” ujar ibu tersangka, M, yang mengaku menyerahkan uang tersebut pada Sabtu malam, pukul 21.00 WIB.
Alih-alih mengikuti proses hukum yang transparan dan sesuai prosedur, keluarga justru dipaksa memasuki jalur “damai” dengan tebusan nominal yang fantastis. Uang disalurkan melalui perantara yang disebut melibatkan kepala dusun, seolah membuka ruang transaksi di balik baju institusi hukum.
Fenomena ini mendapat sorotan tajam dari kalangan jurnalis senior. M. Zamroni, wartawan investigasi asal Surabaya yang kerap mengangkat isu-isu penegakan hukum di Jawa Timur, menyatakan bahwa praktik semacam ini bukan hal baru, namun justru sudah menjadi pola sistematis yang mengakar dalam penanganan kasus narkotika.
“Sudah lama praktik rehabilitasi menjadi pintu masuk permainan kotor. Dari pengacara ke rumah rehab, lalu balik ke polisi. Ini pola yang jelas, bukan spekulasi,” ungkap Zamroni, Jumat (20/6/2025).
Menurut Zamroni, rehabilitasi sering dijadikan jalan pintas bagi pelaku yang seharusnya menjalani proses hukum pidana, dan pada banyak kasus, hanya bisa diakses jika pihak keluarga “membayar harga.”
Ia menegaskan, rehabilitasi bukan tindakan sukarela, melainkan harus berdasarkan asesmen resmi dari pihak berwenang. Jika penangkapan dilakukan secara paksa, lalu pelaku diarahkan ke rehab, patut dipertanyakan integritas hukumnya.
“Bahasanya itu ‘ditangkap’, bukan ‘sukarela’ masuk rehab. Lalu tiba-tiba langsung dibawa ke rumah rehabilitasi di Lawang. Ini bukan sekedar pelanggaran prosedur, ini potensi penyalahgunaan wewenang yang harus diungkap,” tegasnya.
Zamroni bahkan mengindikasikan akan melakukan investigasi lanjutan bersama para jurnalis di Surabaya. Mereka menyatakan siap membongkar aliran dana dan jejaring aktor di balik praktik-praktik gelap yang mencoreng institusi.
“Kalau ini terus dibiarkan, saya dan rekan-rekan media akan buka semua. Ke mana uang itu mengalir, siapa yang bermain, dan bagaimana proses hukum bisa mandek atau berubah jalur secara tiba-tiba,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, tim redaksi NARASIONLINE.ID masih berupaya mengonfirmasi pihak-pihak terkait, mulai dari Satresnarkoba Polres Malang, BNN Kabupaten Malang, Rumah Rehabilitasi di Lawang, hingga Ditresnarkoba Polda Jatim. Konfirmasi diperlukan sebagai bentuk keberimbangan pemberitaan, sekaligus membuka ruang klarifikasi terhadap dugaan serius yang telah mencuat ke publik.
Bersambung – (riz/zak/red)