SURABAYA, Narasionline.id – Keputusan aparat kepolisian melepas dua terduga bandar narkoba di wilayah Wonokusumo, Surabaya, memicu tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Publik menilai langkah tersebut justru menimbulkan kesan bahwa pemberantasan narkoba berjalan setengah hati dan rawan diintervensi kepentingan.
Penangkapan dilakukan pada Selasa (16/9/2025) oleh tim Subdit 3 Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Timur. Tiga orang diamankan dalam operasi di kawasan Wonokusumo Jaya 5A. Namun, hanya satu tersangka berinisial AF yang ditahan bersama barang bukti berupa sabu seberat kurang lebih 5 gram. Sementara dua lainnya, U dan M, yang sudah lama dikaitkan dengan jaringan narkoba setempat, justru dilepaskan tak lama setelah ditangkap.
Kabar pelepasan itu langsung menyulut kritik. Warga menilai aparat tidak konsisten dan terkesan tebang pilih. “Sudah bukan rahasia lagi siapa saja yang main di sini. Tapi anehnya, setiap kali ada penggerebekan mereka bisa lepas begitu saja. Apa karena ada yang membekingi?” ungkap warga Wonokusumo yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Nada serupa juga datang dari tokoh masyarakat setempat, Baihaqi Akbar S.E. Ia mendesak kepolisian menjelaskan secara terbuka alasan pelepasan U dan M. “Kalau memang tidak cukup bukti, tunjukkan secara jelas kepada publik. Jangan sampai masyarakat menilai aparat main mata dengan bandar. Ini soal kepercayaan publik pada institusi penegak hukum,” tegasnya.
Menjawab kontroversi tersebut, Kanit Lidik 1 Subdit 3 Polda Jatim, AKP Catur, membenarkan adanya operasi penangkapan. Namun ia menegaskan bahwa kedua terduga dilepas karena tidak ditemukan barang bukti yang menguatkan keterlibatan mereka.
“Mereka hanya ada di lokasi, lalu mencoba kabur saat penggerebekan. Setelah diperiksa, tidak ada bukti yang bisa menjerat,” ujarnya.
Meski demikian, publik menilai alasan itu tidak cukup. Pasalnya, nama U dan M sudah lama beredar di kalangan warga sebagai pemain lama jaringan narkoba.
“Alasan tidak ada barang bukti sering dipakai, padahal masyarakat tahu mereka bagian dari peredaran. Jangan-jangan bukti sengaja tidak dicari lebih dalam,” kata seorang aktivis pemuda di Surabaya Utara.
Dalam keterangan lebih lanjut, AKP Catur menyebut, tersangka AF mengaku sabu yang diamankan berasal dari seseorang bernama “Umar”. Namun, keterangan itu berubah di kantor Polda, di mana AF menyebut nama lain yakni “Umik”. Polisi kini menjadikan Umik sebagai daftar pencarian orang (DPO), sementara AF masih menjalani pemeriksaan intensif.
Hingga kini, dasar hukum pelepasan U dan M belum dijelaskan secara rinci. Publik terus mendesak agar kepolisian membuka data penyidikan secara transparan, termasuk hasil pemeriksaan lapangan. Tanpa penjelasan yang gamblang, langkah ini dikhawatirkan hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap komitmen negara dalam memerangi narkoba.
Kasus ini menambah daftar panjang kontroversi di Wonokusumo, kawasan yang dikenal rawan peredaran narkoba. Jika aparat tak berani bersikap tegas, stigma “zona nyaman” bagi bandar akan terus melekat dan merusak citra kepolisian sebagai garda depan pemberantasan narkotika. (realita/redaksi)