TNI Menangkap, Polisi Membebaskan? Ketika Hukum Tumbang oleh Kuasa Bayangan!

oleh -84 Dilihat
oleh
Gambar ilustrasi kabel telkom.

MOJOKERTO, NARASIONLINE.ID — Ketika Tentara Nasional Indonesia (TNI) sigap menangkap lima pria yang tengah menggali kabel bawah tanah milik PT Telkom Indonesia di tengah malam, publik sempat mengapresiasi. Namun apresiasi itu berubah menjadi amarah, ketika para pelaku dilepas begitu saja oleh pihak kepolisian, tanpa status hukum yang jelas, tanpa penahanan, bahkan tanpa penetapan tersangka.

Penangkapan itu terjadi Jumat dini hari, 13 Juni 2025 sekitar pukul 03.00 WIB di Desa Sajen, Kecamatan Pacet, Mojokerto. Para pelaku tertangkap basah saat menggali kabel negara menggunakan alat berat dan kendaraan pengangkut. Barang bukti berupa kabel tembaga, peralatan gali, mobil operasional, dan truk disita. Mereka kemudian digelandang ke Markas Korem 082/CPYJ.

Namun drama baru justru dimulai saat kasus diserahkan ke Satreskrim Polres Mojokerto. Alih-alih memproses hukum, aparat penegak hukum justru “melepas” para pelaku. Alasannya? “Tidak cukup bukti”.

Baca Juga :  RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Gelar Bhaktikes HUT Bhayangkara ke-79 di Kantor Gojek Bandung

Sumber internal Korem menegaskan bahwa para pelaku tidak mampu menunjukkan surat izin kerja dari instansi berwenang. Mereka hanya berdalih menjalankan “perintah atasan proyek”, sosok yang hingga kini tidak diketahui identitasnya, seolah-olah “atasan fiktif” ini menjadi tameng impunitas.

“Kami menangkap mereka bukan berdasarkan dugaan. Ini fakta nyata: menggali kabel negara, tanpa izin, di malam hari. Bukti lengkap ada di lapangan,” ujar salah satu perwira Korem yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Sikap kepolisian yang melepas para pelaku memicu pertanyaan serius. Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Atau ada kekuatan yang lebih tinggi yang sengaja membungkam keadilan?

Lebih miris lagi, dua dari lima pelaku mengaku sebagai wartawan. Dugaan muncul bahwa status pers itu dimanfaatkan sebagai alat intimidasi warga dan “kartu bebas” agar tidak dicurigai saat melakukan aktivitas ilegal. Publik pun bertanya-tanya: adakah koneksi gelap antara pelaku, oknum pers, dan aparat?

Baca Juga :  Polres Mojokerto Kota Bongkar 2 Arena Sabung Ayam Amankan 5 orang Diamankan

“Profesi jurnalis bukan untuk melindungi kejahatan. Ini pengkhianatan terhadap etika jurnalistik,” tegas Al Akbar, jurnalis independen dan pengamat media.

Yang juga absen dalam kegaduhan ini adalah PT Telkom Indonesia. Padahal aset yang digali adalah milik mereka, dan nilainya diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Namun, hingga berita ini diterbitkan, tidak ada satu pun pernyataan resmi dari Telkom atau Kementerian BUMN.

Diamnya Telkom menambah daftar kebisuan dalam sistem yang seharusnya bersuara. Dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, jelas disebutkan bahwa setiap kerugian terhadap aset negara wajib diproses secara hukum. Lantas, ketika kabel negara digasak, lalu negara diam, siapa yang sebenarnya sedang dilindungi oleh hukum?

Baca Juga :  Hari Bhayangkara ke-79 Polres Lamongan Salurkan Bansos untuk Pemulung di TPA

Di media sosial, publik geram. Mereka mempertanyakan integritas hukum yang terkesan pilih kasih. Di satu sisi, TNI menjalankan peran menjaga kedaulatan dan aset negara. Di sisi lain, penegak hukum sipil justru membuka pintu lebar-lebar bagi pelanggaran hukum untuk lolos tanpa sanksi.

“Kalau TNI saja tak bisa menjamin pelaku ditindak, lalu siapa yang bisa?” tulis seorang netizen yang viral di X.

Kasus pencurian kabel di Mojokerto bukan sekadar kriminal biasa. Ini adalah tes lakmus bagi keberpihakan penegakan hukum, kepada rakyat dan negara, atau kepada para pelanggar yang berlindung di balik kekuasaan?

Sejumlah media, akan terus mengawal kasus ini. Karena yang sedang diuji bukan hanya hukum, tapi nyawa dari demokrasi kepercayaan publik. (tim/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.