BALI, Narasionline.id – Netti Herawati S.E., M.B.A, yang kabarnya menjabat sebagai Ketua SPRI (Serikat Pers Republik Indonesia) Provinsi Bali, kembali menjadi sorotan publik.

Netti dilaporkan oleh seorang ibu rumah tangga asal Tangerang, Ermawati (48), atas dugaan penipuan dengan modus menjanjikan kemudahan masuk jalur belakang menjadi anggota Polri.

Berdasarkan catatan digital, Netti Herawati pernah terpilih sebagai Duta untuk pengungsi Afganistan di Indonesia pada 2016 dan Duta Palestina untuk Indonesia pada 2022.

Selain itu, ia juga disebut memiliki saham di sejumlah media nasional maupun internasional, yang selama ini digunakan untuk membangun citra sebagai jurnalis berintegritas.

Dalam laporan resmi ke kepolisian, Ermawati mengungkapkan bahwa Netti menjanjikan agar anaknya bisa lolos seleksi Bintara Polri melalui jalur belakang dengan syarat membayar sejumlah uang.

Awalnya, korban mentransfer Rp 10 juta untuk akomodasi. Setelah negosiasi, disepakati total biaya Rp 400 juta, dengan uang muka Rp 40 juta yang dibayar dan dilengkapi kuitansi sebagai bukti transfer.

“Setelah proses berjalan, saya mendapat informasi bahwa pelaku ternyata oknum yang tidak benar. Nomor handphonenya pun tidak aktif hingga saat ini,” jelas Ermawati, dikutip Kamis (14/8).

Setelah menerima uang, Netti tidak menepati janjinya maupun mengembalikan dana. Kontak melalui WhatsApp juga diblokir, sehingga korban terpaksa melaporkan kasus ini ke pihak Polres Metro Tangerang Kota pada 13 Juli 2025 pukul 21.34 WIB, dengan dasar Pasal 378 KUHP (penipuan) dan/atau Pasal 372 KUHP (penggelapan). Ermawati menegaskan tujuan utama pelaporan ini adalah mendapatkan kepastian hukum dan pengembalian dana.

“Saya berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti dan mengembalikan uang saya. Hal ini penting agar tidak ada korban lain di kemudian hari,” tukasnya.

Kasus ini menjadi perhatian publik, bukan hanya karena nilai materi yang cukup besar, tetapi juga dugaan penyalahgunaan status dan pengaruh di media. Banyak pihak mengkhawatirkan modus penipuan serupa terjadi di masyarakat, sehingga penanganan cepat dan transparan oleh aparat hukum sangat dinanti.

Hingga kini, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan terbaru kasus tersebut. Publik terus memantau langkah hukum yang diambil, dengan harapan keadilan ditegakkan dan kasus ini menjadi peringatan agar masyarakat lebih berhati-hati terhadap janji-jani masuk institusi resmi melalui jalur “belakang”. (tim)

PONOROGO, Narasionline.id – Miris sekaligus memalukan. Hak rakyat atas Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi justru dirampas oleh mafia yang bermain terang-terangan di SPBU Keniten, Ponorogo.

Modus mereka rapi dan terstruktur. Mobil modifikasi dipakai melansir solar bersubsidi, bahkan truk dilengkapi empat tangki tersembunyi berkapasitas masing-masing satu ton. Senin, 11 Agustus 2025, tim investigasi mendapati dua truk warna putih dan biru, serta sebuah Panther merah bolak-balik mengisi BBM tanpa hambatan.

Lebih mengejutkan, karyawan SPBU justru ikut bermain. Saat dikonfirmasi, mereka memilih bernegosiasi di luar area SPBU, agar praktik busuk ini tak tercium konsumen lain. Bahkan, sopir salah satu truk terang-terangan menghubungi seseorang bernama Adam, diduga tangan kanan bos mafia solar asal Solo.

Tak berhenti di situ, bos mafia bahkan mencoba menyuap tim investigasi. Upaya tersebut tentu ditolak. Ironisnya, laporan ke Unit Tipiter Polres Ponorogo justru tak digubris. Akibatnya, truk-truk modifikasi itu dibiarkan leluasa kabur, seolah kebal hukum.

Praktik mafia BBM ini bukan sekadar soal solar. Ini adalah penjarahan hak rakyat yang melibatkan jaringan terorganisir, memanfaatkan selisih harga subsidi demi meraup keuntungan haram. Kerugian negara jelas, masyarakat miskin makin tertindas, sementara hukum tampak mandul.

UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan tegas mengatur sanksi pidana bagi pelaku penyalahgunaan BBM bersubsidi. Namun, faktanya, penegakan hukum di Ponorogo justru dipertanyakan. Polisi seakan lebih garang kepada rakyat kecil, tapi tumpul menghadapi mafia bermodal.

“Kalau rakyat kecil bawa jerigen saja ditangkap, tapi truk-truk besar bisa bebas bolak-balik. Ini namanya hukum pilih kasih,” ujar Slamet, warga sekitar SPBU Keniten dengan nada geram.

Sementara itu, seorang pengamat energi dari Surabaya, Arif Nugroho, menegaskan bahwa praktik mafia solar adalah kejahatan terorganisir yang bukan hanya merugikan negara, tapi juga melemahkan daya saing ekonomi.

“Selisih harga subsidi menjadi bancakan mafia. Jika aparat tidak tegas, kerugian negara akan terus membengkak, dan subsidi tidak pernah sampai ke masyarakat yang benar-benar membutuhkan,” tegasnya.

Selama aparat tutup mata, mafia solar akan terus berpesta di atas penderitaan rakyat. Sudah saatnya penegak hukum membuktikan keberpihakan pada rakyat, bukan sekadar retorika di atas kertas. Jika tidak, publik berhak menilai bahwa hukum hanya alat kekuasaan, bukan penjaga keadilan. (ndra/tim)

SIDOARJO, Narasionline.id – Aktivitas perjudian kembali terpantau di Dukuh Sedati Agung, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan pantauan pada Minggu (10/8/2025), arena sabung ayam dan permainan dadu di wilayah tersebut beroperasi secara terbuka setelah sebelumnya sempat berhenti.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh warga setempat maupun pendatang dari luar daerah. Perputaran uang dari aktivitas ini diduga mencapai puluhan juta rupiah per hari. Lokasi arena tertutup pagar seng, dengan akses masuk dijaga beberapa orang yang memeriksa setiap tamu yang datang.

Seorang warga berinisial Ft menyampaikan, bahwa kegiatan tersebut dikelola oleh seorang mantan oknum pensiunan TNI. Ia juga menyebut adanya dugaan “pengkondisian” agar aktivitas tersebut tetap dapat berlangsung.

“Setiap hari seperti itu, mas. Kadang ada tamu, ya nanti ada yang mengatur,” ujarnya.

Meski jaraknya tidak jauh dari kantor kepolisian, aktivitas ini tetap berjalan. Pola buka-tutup arena terpantau mengikuti situasi tertentu, seolah menyesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Redaksi telah mengajukan konfirmasi kepada Polsek Sedati dan Polres Sidoarjo terkait keberadaan aktivitas perjudian ini. Namun hingga berita ini diterbitkan, Kanit Reskrim Polsek Sedati, Ipda Zainal, belum memberikan tanggapan. (Lukas)

Redaksi Narasionline.id
Klarifikasi, laporan, dan pengaduan publik: redaksi@narasionline.id
(Masyarakat dapat menyampaikan testimoni, bukti, dan informasi tambahan secara langsung.)

PANGKALPINANG, Narasionline.id — Misteri hilangnya wartawan senior sekaligus pemilik media online Okeybozz.com, Adityawarman (48), berakhir tragis. Ia ditemukan tewas di dasar sumur tua di kebun miliknya, Jalan Jembatan 12, Kelurahan Air Kepala Tujuh, Kecamatan Gerunggang, Kota Pangkalpinang, Jumat (8/8/2025).

Sehari sebelumnya, Kamis siang (7/8/2025), Adityawarman dilaporkan hilang. Tim kepolisian bergerak cepat melakukan pencarian dengan metode penyisiran berlapis, dibantu unit anjing pelacak. Jejak terakhir korban terendus mengarah langsung ke sumur tua di area kebun.

Saat tutup sumur dibuka, aroma menyengat langsung menyeruak. Evakuasi yang berlangsung dramatis itu mengungkap fakta mengerikan: tubuh Adityawarman tergeletak di dasar sumur, dalam kondisi mengenaskan.

Hasil penelusuran awal polisi mengarah kepada Hasan Basri, penjaga kebun yang selama ini bekerja untuk korban. Hasan menghilang bersamaan dengan raibnya mobil Daihatsu Terios BN 1397 TE milik Adityawarman. Beberapa jam kemudian, mobil tersebut terlacak di wilayah Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.

Dari pengembangan penyelidikan, polisi membekuk Akmal alias Martin, yang diduga kuat rekan Hasan, di wilayah OKI. Akmal kini diamankan di Mapolres OKI untuk diperiksa intensif. Penyidik mendalami perannya, termasuk kemungkinan keterlibatan langsung dalam eksekusi atau hanya membantu pelarian.

Meski indikasi perampasan harta muncul dari hilangnya kendaraan korban, polisi tidak menutup kemungkinan adanya motif lain. Mengingat sosok Adityawarman dikenal vokal, kritis, dan kerap menyoroti persoalan sosial serta dugaan penyimpangan di daerah, penyidik juga fokus menelusuri kemungkinan adanya dendam atau tekanan terkait pemberitaan yang pernah ia angkat.

Jenazah korban telah dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi, guna memastikan penyebab kematian serta adanya tanda-tanda kekerasan tertentu.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bangka Belitung, dalam pernyataannya, mengecam keras tindakan keji tersebut.

Kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman terhadap demokrasi dan kebebasan pers. Kami mendesak aparat untuk mengusut tuntas, menangkap seluruh pelaku, dan memberikan hukuman seberat-beratnya,” tegasnya.

“Kami ingin semua yang terlibat dihukum maksimal. Abang kami orang baik, bekerja untuk masyarakat, dan tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini,” ungkap salah satu kerabat dengan suara bergetar.

Kasus ini meninggalkan duka mendalam di kalangan jurnalis Bangka Belitung. Adityawarman dikenang sebagai wartawan berprinsip, berani, dan tidak kompromi terhadap fakta. Rekan-rekan seprofesi sepakat, perjuangan dan dedikasinya akan menjadi semangat untuk terus memperjuangkan kebebasan pers di daerah. (Sinurat)

JAWATIMUR, Narasionline.id – Kabupaten Pasuruan tengah diramaikan pemberitaan terkait polemik tempat hiburan malam dan peredaran minuman keras (miras) ilegal. Isu ini memicu perdebatan hangat di tengah masyarakat, khususnya di wilayah Kabupaten Pasuruan.

Berdasarkan informasi yang diterima Redaksi Narasionline.id melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp, sumber polemik ini diduga bermula dari seorang pria bernama Eko Prayitno. Ia disebut-sebut berprofesi sebagai wartawan, namun statusnya masih simpang siur apakah benar wartawan atau justru anggota organisasi masyarakat (ormas).

“Pasuruan saat ini sedang diterpa isu panas, mulai dari desakan penutupan tempat hiburan malam hingga persoalan peredaran miras. Perlu diketahui, dalang keributan ini adalah Eko Prayitno,” ujar narasumber melalui sambungan telepon WhatsApp. Jumat (08/08)

Narasumber yang meminta agar identitasnya dirahasiakan tersebut menjelaskan, bahwa Eko pernah bekerja di sebuah kafe di kawasan Gempol. Selain bekerja di kafe, ia juga disebut sebagai pemasok berbagai merek minuman keras. Setelah bekerja cukup lama, Eko akhirnya diberhentikan dari kafe tersebut.

Meski sudah tidak bekerja di sana, Eko dikabarkan tetap menyuplai miras dengan berbagai cara agar dapat menjualnya ke sejumlah kafe.

“Eko tidak bergerak sendiri. Ia memiliki beberapa rekan atau ‘bos’ yang memasarkan miras melalui dirinya,” imbuh narasumber.

Lebih lanjut, narasumber menuturkan, setelah keluar dari pekerjaannya, Eko justru membongkar informasi terkait kafe-kafe yang pernah menjadi tempatnya mencari nafkah. Ia menuding adanya praktik prostitusi dan peredaran miras di sejumlah kafe tersebut.

“Padahal, yang memasok miras adalah dirinya sendiri. Banyak saksi yang mengetahui siapa sebenarnya Eko Prayitno. Ia bahkan menggandeng organisasi dan tokoh LSM untuk menimbulkan kegaduhan dengan menyebarkan data-data yang ia miliki,” tegas narasumber.

Tak hanya Eko, narasumber juga menyebut nama TBL, yang dikabarkan sebagai wartawan di wilayah Gempol. Menurutnya, Eko dan TBL kerap menjadi sumber keributan di Kabupaten Pasuruan.

“Contohnya, saat audiensi, Eko dan TBL gagal mencapai tujuan mereka. Setelah itu, mereka menggandeng ketua LSM untuk audiensi di Satpol PP. Mereka berdua menjadi dalang kegaduhan di Pasuruan. Karena merasa gagal menutup kafe dan menghentikan peredaran miras, mereka terus mencari cara lain untuk memenangkan perseteruan ini,” ungkapnya.

Narasumber menambahkan, TBL yang mengaku wartawan dan gencar mengusung isu moral dengan sebutan “kota santri” justru memiliki perilaku bertolak belakang.

“Kalau mabuk, ia di pinggiran terminal. Tak pantas menyebut dirinya ketua organisasi. Saat bernyanyi bersama wanita pemandu lagu, ia meminta layanan gratis, mengaku kaya dengan menyebut memiliki mobil Innova Reborn, namun karaoke pun mintanya gratis,” ujarnya.

Lebih dari itu, narasumber mengungkap dugaan serius bahwa TBL pernah menjual anak sulungnya kepada seorang kepala desa di wilayah Kecamatan Prigen. Padahal, anak tersebut masih berstatus menikah.

“Mereka bahkan mabuk bersama. TBL ini orang tua macam apa? Alih-alih bicara moral, tetapi pendidikan keluarganya justru memprihatinkan,” pungkasnya.

(Bersambung)

Redaksi Narasionline.id
Untuk klarifikasi, laporan, dan pengaduan publik, hubungi: redaksi@narasionline.id
Masyarakat juga dapat menyampaikan testimoni, bukti, atau informasi tambahan melalui email.

PALU, Narasionline.id – Satuan Reserse Narkoba Polresta Palu berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 3,5 kilogram di Bandara Mutiara Sis Al-Jufri, Selasa (5/8) pukul 18.20 WITA. Seorang pria berinisial MF (20), warga Banda Aceh, ditangkap saat baru saja mendarat menggunakan pesawat Lion Air JT 0780 dengan nomor kursi B.09.

Kapolresta Palu, Kombes Pol Deny Abrahams, mengungkapkan penangkapan ini merupakan hasil koordinasi intelijen antara Subdit 2 Ditresnarkoba Polda Riau dan Polresta Palu melalui Kabag Ops Kompol I Dewa Gede Meiriawan. Informasi menyebutkan bahwa seorang kurir narkoba asal Aceh tengah membawa sabu melalui jalur udara menuju Palu.

“Tim opsnal langsung bergerak cepat melakukan penyergapan di area kedatangan. Saat koper pelaku diperiksa, petugas menemukan enam bungkus besar sabu dibungkus plastik hitam dan disembunyikan di antara pakaian. Total beratnya mencapai 3,5 kilogram,” tegas Kapolresta, Kamis (7/8).

Selain sabu, petugas juga menyita dua unit handphone yang digunakan pelaku untuk berkomunikasi dalam menjalankan aksinya. Dalam pemeriksaan, MF mengaku menerima sabu dari seseorang yang tidak dikenalnya di Pekanbaru.

“Pelaku dan barang bukti telah diamankan untuk pendalaman dan pengembangan kasus. Kami tidak akan mentolerir kejahatan narkotika, terutama yang melibatkan jaringan lintas provinsi,” ujarnya.

MF dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Polresta Palu menegaskan komitmennya dalam memberantas peredaran narkoba dan mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan segala aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar. (red)

LABUAN BAJO, Narasionline.id – Masyarakat Manggarai Barat mengeluhkan maraknya pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) menggunakan jerigen di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Labuan Bajo. Aktivitas ini dinilai menjadi salah satu penyebab utama kelangkaan BBM, baik subsidi maupun non-subsidi, yang seharusnya diprioritaskan untuk kendaraan darat.

Pantauan di lapangan menunjukkan, jerigen-jerigen yang dibawa oleh oknum tertentu dalam jumlah besar memenuhi area SPBU. Ironisnya, BBM dalam jerigen tersebut kemudian diketahui digunakan atau dijual kembali untuk keperluan kapal-kapal wisata yang beroperasi di kawasan perairan Labuan Bajo.

“Ini jelas merugikan masyarakat pengguna kendaraan darat. Mereka datang ke SPBU, tapi BBM sudah habis karena lebih dulu diborong jerigen-jerigen tersebut. Padahal aturan jelas, BBM yang dijual di SPBU tidak diperuntukkan bagi industri kapal-kapal wisata,” ungkap seorang warga Labuan Bajo, saat ditemui awak media. Sabtu (2/8/2025).

Kondisi ini pun menuai sorotan dari berbagai kalangan. Banyak warga mempertanyakan pengawasan terhadap distribusi BBM, terutama menyangkut praktik penjualan kepada pemilik industri kapal wisata.

“SPBU di sini seharusnya memprioritaskan kendaraan darat, bukan melayani pembelian menggunakan jerigen yang akhirnya dibawa ke kapal-kapal. Ini sudah melenceng dari tujuan distribusi BBM yang benar,” tegas seorang pemilik usaha rental di Labuan Bajo. Menurut aturan yang berlaku, kapal-kapal wisata, terutama yang dijalankan oleh pengusaha besar, seharusnya memperoleh BBM dari jalur industri, bukan dari SPBU umum yang diperuntukkan bagi masyarakat sipil pengguna kendaraan darat.

(Re/red)

PASURUAN, Narasionline.id – Insiden pengeroyokan yang menimpa pria berinisial DL (37) di Desa Sedarum, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, pada Sabtu (19/7/2025) dini hari, kembali memantik sorotan terhadap maraknya aktivitas perjudian dan dugaan pembiaran oleh oknum aparat penegak hukum (APH).

DL yang mengaku sebagai wartawan dari salah satu media online mengklaim dirinya dikeroyok oleh lebih dari 15 orang saat meliput perlombaan tarik tambang yang diduga menjadi kedok praktik perjudian jenis cap jiki. Akibat insiden itu, DL mengalami luka lebam di kepala dan wajah, dan kini masih dirawat di RSUD Soedarsono, Kota Pasuruan.

Dalam keterangannya, DL menyebut bahwa pengeroyokan dipicu oleh pemberitaan terkait perjudian yang ia unggah sebelumnya. Ia menuding pelaku pengeroyokan di antaranya adalah M (diduga bandar cap jiki), H (penerima tamu dari oknum APH), dan seseorang berinisial “Datuk” (yang disebut sebagai pengantar uang ‘aman’ kepada oknum aparat).

“Saya datang ke lokasi, tiba-tiba dipanggil lalu langsung dikeroyok. Setelah itu juga sempat diancam,” ujar DL.

Peristiwa ini pun menyita perhatian kalangan jurnalis lokal, termasuk Solidaritas Aliansi Wartawan Pasuruan (SAPA). DL menyatakan akan membawa kasus ini ke jalur hukum karena dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap profesi pers.

Menanggapi hal tersebut, Pasi Intel Kodim 0819 Pasuruan, Kapten Czi Dimas Yulianto, menyatakan pihaknya akan menelusuri legalitas acara tarik tambang tersebut, termasuk soal perizinannya dari Koramil dan Polsek. Kasat Reskrim Polres Pasuruan, Iptu Choirul Mustofah SH., MH., juga meminta agar korban segera membuat laporan ke Polres Pasuruan Kota agar kasus penganiayaan sekaligus dugaan perjudian dapat ditindaklanjuti.

Hak Jawab: Warga dan Wartawan Pasuruan Kota Ragukan Status DL Sebagai Jurnalis

Di tengah simpati dan sorotan atas kasus ini, muncul hak jawab dari sejumlah warga dan wartawan di Pasuruan Kota. Mereka membantah bahwa DL adalah wartawan aktif dan menyebut bahwa selama ini yang bersangkutan tidak pernah terlibat dalam kegiatan jurnalistik resmi.

Salah satu warga berinisial R menuturkan. “Anak itu bukan wartawan. Dia memang punya kartu pers, tapi dipakai buat minta-minta di lokasi perjudian dan sabung ayam. Dia tidak pernah hadir di forum wartawan atau ikut press release.”

Beberapa jurnalis lokal juga menguatkan pernyataan tersebut dan menyebut, bahwa DL dikenal sebagai orang dalam di lingkungan perjudian.

“Modusnya konfirmasi ke lokasi, tapi ujung-ujungnya minta jatah. Kalau sekarang diframing sebagai jurnalis yang dianiaya saat liputan, itu menyesatkan,” ujar seorang wartawan yang enggan disebutkan namanya.

Mereka menyayangkan narasi yang beredar karena dinilai mencoreng profesi wartawan sungguhan yang bekerja sesuai kode etik jurnalistik. Mereka menegaskan bahwa klarifikasi ini perlu dimuat sebagai bentuk pelurusan informasi.

Meskipun demikian, dugaan tindak kekerasan tetap harus diproses hukum sesuai aturan yang berlaku. Jika benar terjadi penganiayaan, maka tindakan itu tetap merupakan pelanggaran hukum, terlepas dari status korban sebagai wartawan atau bukan.

Peristiwa ini mencerminkan kompleksitas di lapangan, di mana praktik perjudian, dugaan penyalahgunaan atribut pers, dan kekerasan menjadi persoalan yang saling terkait. Hingga berita ini diturunkan, DL telah menjalani visum dan pihak keluarga masih berharap agar para pelaku pengeroyokan segera ditangkap dan diadili secara adil.

Tim – Redaksi Narasionline.id

PASURUAN, Narasionline.id – Penangkapan Mahali, warga Turirejo, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, pada Selasa dini hari (24/6) di sebuah rumah kos di kawasan Jabon, Sidoarjo, memantik sorotan tajam. Dugaan rekayasa hukum dan praktik “jual beli keadilan” mencuat, menimbulkan pertanyaan serius, benarkah hukum kini tunduk pada transaksi?

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, Mahali dijemput secara paksa sekitar pukul 00.00 WIB oleh sekelompok pria yang mengaku sebagai aparat kepolisian. Penangkapan terjadi tidak lama setelah Mahali menerima telepon dari kerabatnya sendiri, Soban Sobirin alias Birin, dan istrinya, Dilla.

Yang menjadi tanda tanya besar, pasangan suami istri tersebut justru lebih dulu diamankan, namun kemudian dilepas dalam waktu singkat tanpa proses hukum yang jelas. Bahkan tidak menjalani rehabilitasi sebagaimana mestinya.

“Kabarnya ada uang yang bermain. Nilainya sekitar Rp50 juta,” ungkap salah satu narasumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya.

Dalam pemeriksaan, Birin dan Dilla diduga menyebut nama Mahali sebagai bagian dari jaringan penyalahgunaan sabu. Namun kejanggalan kembali muncul, Mahali hanya ditahan semalam, lalu dibebaskan keesokan harinya. Kondisi ini memperkuat dugaan adanya praktik “barter nama” atau sistem “cokotan”, yang disebut-sebut marak terjadi dalam proses hukum kasus narkotika.

“Benar, mereka satu keluarga. Tapi anehnya, begitu nama Mahali disebut, semuanya dilepas. Entah direhab beneran atau hanya formalitas,” lanjut sumber tersebut. Rabu (16/07)

Proses hukum yang tidak transparan ini dinilai mencoreng wajah penegakan hukum dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Jika benar terjadi “transaksi” dalam penanganan kasus sabu ini, maka hal tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap prinsip keadilan.

Penangkapan tanpa alat bukti yang kuat, lalu pembebasan setelah menyebut nama dan menyerahkan uang, menunjukkan bahwa hukum bisa diperjualbelikan. Jika praktik ini terus dibiarkan, bukan hanya sistem hukum yang runtuh, tapi juga nilai-nilai keadilan yang terkubur oleh kepentingan dan rupiah.

Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih berupaya mengonfirmasi kebenaran informasi ini kepada pihak Ditresnarkoba Polda Jawa Timur dan instansi terkait lainnya.

Redaksi Narasionline.id
Untuk klarifikasi, laporan, dan pengaduan publik, hubungi: redaksi@narasionline.id
Masyarakat juga dapat menyampaikan testimoni, bukti, atau informasi tambahan melalui email.

Jurnalis : Agung Wiyono
Editor : Bob Fallah

PASURUAN, Narasionline.id – Penangkapan Abdul Latif di Dusun Krajan Tengah, Desa Wonokerto, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, mengundang kecaman keras dari keluarga dan masyarakat. Pria yang akrab disapa Latif itu diamankan polisi pada Rabu malam, 2 Juli 2025, bersama anak dan istrinya, yang juga ikut digiring ke Mapolres Pasuruan.

Saat kejadian, Latif baru saja pulang dari acara tahlilan di dekat rumahnya. Namun, ia tiba-tiba didatangi dua mobil berwarna hitam dan silver.

“Ada sekitar empat orang yang terlihat saat berada di depan rumah Latif,” ujar warga yang menyaksikan langsung kejadian tersebut.

Kerabat dekat Latif menyampaikan, ia ditangkap karena diduga menjual rokok tanpa pita cukai alias rokok ilegal. Padahal, menurut pengakuannya, rokok itu hanya dijual ke warga sekitar dan bukan untuk diperjualbelikan secara besar-besaran.

“Benar, saudara saya dibawa polisi karena soal rokok ilegal. Ia dibawa ke Polres Pasuruan. Di sana, keluarga bahkan sempat ditawari ‘damai’ agar kasus tidak berlanjut. Angkanya fantastis, Rp 50 juta,” ungkap kerabat Latif yang meminta identitasnya dirahasiakan saat dihubungi media ini, Senin (14/07).

Karena tidak sanggup memenuhi permintaan tersebut, pihak keluarga kemudian melakukan negosiasi. “Akhirnya disepakati turun jadi Rp 20 juta,” imbuhnya.

Lebih mengejutkan, keluarga mengaku memiliki rekaman CCTV yang menunjukkan proses penangkapan tersebut. Dalam rekaman itu, polisi disebut-sebut bertindak kasar bahkan membawa anak dan istri Latif seolah mereka pelaku kejahatan.

“Polisinya bertindak seperti tak punya hati. Anak dan istrinya digiring ke Polres seperti kriminal,” ucapnya dengan nada kesal.

Pihak keluarga menyatakan akan melaporkan tindakan tidak manusiawi tersebut ke Propam Polres Pasuruan.

“Ini bukan semata soal uang damai Rp 20 juta. Ini soal cara-cara aparat yang tidak berperikemanusiaan. Anak dan istri ikut dibawa, ini sudah kelewatan,” tegasnya. (budi)

Redaksi Narasionline.id
Untuk klarifikasi, laporan, dan pengaduan publik, hubungi: redaksi@narasionline.id
Masyarakat juga dapat menyampaikan testimoni, bukti, atau informasi tambahan melalui email.

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.