LUMAJANG, NARASIONLINE.ID – Aktivitas tambang ilegal kian marak di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Lumajang. Salah satu yang menjadi sorotan adalah aktivitas galian pasir yang dilakukan oleh CV berinisial MSS, yang diketahui beroperasi di sepanjang aliran sungai tanpa mengantongi izin resmi dari Dinas Lingkungan Hidup (IUP dan AMDAL).

Setiap hari, truk-truk pengangkut pasir keluar masuk lokasi tambang, mengangkut material dalam jumlah yang fantastis. Kegiatan ini membuat sejumlah warga sekitar geram karena dampaknya dirasa sangat merusak ekosistem sungai dan membahayakan lingkungan sekitar.

M. Alif, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari lokasi tambang menyatakan kekhawatirannya. “Setiap hari ada aktivitas penggalian. Sungai jadi makin dalam, tebingnya gampang longsor, dan kami khawatir ini akan berakibat fatal saat musim hujan tiba,” ujarnya.

Senada dengan Alif, sejumlah warga lainnya juga menyesalkan minimnya pengawasan dari pemerintah daerah dan provinsi. Mereka berharap aktivitas tambang ilegal tersebut segera dihentikan dan ditindak tegas oleh pihak berwenang.

Menanggapi laporan warga, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Perkumpulan Wartawan Online (PWO) Dwipantara turun langsung ke lokasi. Ketua Umum PWO DWIPA, yang akrab disapa Bung Fer, menegaskan bahwa CV MSS telah melakukan pelanggaran berat karena tidak memiliki izin AMDAL.

“Seharusnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera bersurat ke Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur agar mencabut WIUP yang telah dikeluarkan untuk CV MSS,” tegasnya.

Sementara itu, Sekjen PWO DWIPA, Bung Jhon, menyatakan dengan nada keras bahwa apabila Dinas ESDM tidak segera mencabut izin tersebut, patut diduga ada permainan dan potensi gratifikasi yang diterima oleh oknum pejabat terkait.

“Ini bukan hanya persoalan administratif, tapi sudah menyangkut keselamatan masyarakat dan kerusakan alam yang tak bisa dipulihkan,” tutupnya.

Sebagai informasi, penambangan tanpa izin merupakan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Pelanggaran ini dapat dikenakan pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar, termasuk sanksi administratif dan penyitaan aset dari hasil kegiatan ilegal tersebut. (tim.red)

BANGLI, NARASIONLINE.ID – Arena sabung ayam (tajen) Enjung Les, Banjar Tabu, Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Bangli, kembali menelan korban jiwa. Seorang pria bernama I Komang Alam Sutawan (37) tewas mengenaskan usai terlibat perkelahian berdarah dengan seorang residivis, Wayan Luwes alias Mangku Luwes alias Jro Luwes (56), pada Sabtu sore (14/6/2025) sekitar pukul 16.00 WITA.

Perkelahian bermula saat Mangku Luwes datang ke lokasi dalam kondisi diduga mabuk dan membawa senjata tajam. Arena tajen yang sejak siang berlangsung kondusif mendadak ricuh ketika terjadi cekcok antara pelaku dan korban, yang berujung pada duel maut. Komang Alam mengalami luka serius di bagian perut akibat senjata tajam dan akhirnya meninggal dunia di Puskesmas V Kintamani.

Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol. Ariasandy, S.I.K., membenarkan kejadian tersebut. “Saksi-saksi sedang dimintai keterangan. Motifnya masih kami dalami,” ujarnya, Minggu (15/6/2025).

Pelaku yang turut mengalami luka akibat sabetan taji ayam saat kejadian, kini masih menjalani perawatan intensif di RSUP Prof. Ngoerah, Denpasar.

Yang mengejutkan, Mangku Luwes ternyata adalah residivis kasus pembunuhan. Pada 2016 lalu, ia divonis 17 tahun penjara setelah membunuh Gede Pasek (34) di jalur menuju Pura Kayu Selem, juga di Desa Songan. Ia baru bebas dua bulan lalu dari Lapas Nusa Kambangan.

Kini, sejarah kelam kembali terulang. Status sebagai mantan narapidana pembunuhan membuka kemungkinan ancaman hukum lebih berat bagi Mangku Luwes. Berdasarkan informasi dari kepolisian, pelaku berpotensi dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman mati, seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun. Hal ini mengingat pelaku membawa senjata tajam sejak awal ke lokasi.

Pihak keluarga korban sempat meminta jenazah dibawa ke RSU Bangli untuk pertolongan lanjutan, meski korban telah dinyatakan meninggal di Puskesmas.

Kasus ini turut menyorot maraknya tajen ilegal yang kerap menjadi sumber konflik mematikan di pedesaan Bali. Lemahnya pengawasan terhadap arena sabung ayam menjadi pekerjaan rumah serius bagi aparat dan pemerintah daerah.

Hingga kini, aparat Polsek dan Polres Bangli masih mendalami motif dan kronologi lengkap insiden tersebut. (ris)

JATIM, NARASIONLINE.ID – Dunia jurnalistik dibuat geram. Sebuah video berdurasi 3 menit 41 detik yang menampilkan klarifikasi seorang pimpinan redaksi dari salah satu media online, justru memperlihatkan arogansi luar biasa. Bukannya menyesali dugaan keterlibatannya dalam kasus pencurian kabel Telkom di Mojokerto, pria yang belakangan diketahui berinisial UH itu malah seolah menantang dan melecehkan media.

Dengan santai, ia mengklaim hanya diajak vendor untuk “membantu” proyek penarikan kabel. Perannya, menurut pengakuannya, sebatas “jembatan” jika ada kendala dengan media atau LSM. Namun, dalam narasi yang terselip dalam video itu, ia justru terdengar seperti beking proyek yang menyangkut aset negara.

Tak berhenti di situ. UH juga menyampaikan bahwa meski sempat dilimpahkan ke Polres Mojokerto, dirinya tidak ditahan karena merasa tidak mencuri. Bahkan ia mengklaim, pihak Telkom tidak pernah melapor kehilangan kabel, sehingga polisi tak punya dasar hukum untuk menahannya.

Yang paling membuat geram, adalah pernyataannya soal pemberitaan media. Dengan nada sombong dan ekspresi meremehkan, UH berkata:

“Untuk media TV, alhamdulillah kami masuk TV. Karena kami viral, kami sekarang jadi artis,” ucapnya lantang, disambut tawa istrinya yang duduk di samping dan tampak mencibir media.

Pernyataan ini sontak menyulut amarah kalangan jurnalis, tidak hanya di Jawa Timur, tapi juga di Jakarta dan berbagai daerah lainnya. Banyak yang mengecam sikap sombong UH yang dianggap tidak pantas, apalagi mengingat posisinya sebagai pimpinan redaksi media.

“Ini bukan hanya mencoreng profesi, tapi juga menunjukkan ketidakhormatan terhadap prinsip-prinsip jurnalistik. Seorang pimpinan redaksi seharusnya menjunjung etika, bukan justru mempermalukan dunia pers,” tegas salah satu jurnalis asal Jakarta, Heru Darmawan. Senin (16/06)

Sejumlah pihak bahkan mendorong Dewan Pers untuk segera memeriksa legalitas media yang dipimpin UH. Desakan juga diarahkan kepada aparat penegak hukum agar tidak goyah oleh manuver opini murahan, dan tetap menindak tegas jika ditemukan pelanggaran hukum dalam kasus ini.

“Kalau medianya tidak berbadan hukum, atau dia hanya memanfaatkan label pers untuk membekingi proyek, ini sudah darurat profesi,” ujar seorang redaktur pelaksana media nasional. (Red)

MOJOKERTO, NARASIONLINE.ID — Ketika Tentara Nasional Indonesia (TNI) sigap menangkap lima pria yang tengah menggali kabel bawah tanah milik PT Telkom Indonesia di tengah malam, publik sempat mengapresiasi. Namun apresiasi itu berubah menjadi amarah, ketika para pelaku dilepas begitu saja oleh pihak kepolisian, tanpa status hukum yang jelas, tanpa penahanan, bahkan tanpa penetapan tersangka.

Penangkapan itu terjadi Jumat dini hari, 13 Juni 2025 sekitar pukul 03.00 WIB di Desa Sajen, Kecamatan Pacet, Mojokerto. Para pelaku tertangkap basah saat menggali kabel negara menggunakan alat berat dan kendaraan pengangkut. Barang bukti berupa kabel tembaga, peralatan gali, mobil operasional, dan truk disita. Mereka kemudian digelandang ke Markas Korem 082/CPYJ.

Namun drama baru justru dimulai saat kasus diserahkan ke Satreskrim Polres Mojokerto. Alih-alih memproses hukum, aparat penegak hukum justru “melepas” para pelaku. Alasannya? “Tidak cukup bukti”.

Sumber internal Korem menegaskan bahwa para pelaku tidak mampu menunjukkan surat izin kerja dari instansi berwenang. Mereka hanya berdalih menjalankan “perintah atasan proyek”, sosok yang hingga kini tidak diketahui identitasnya, seolah-olah “atasan fiktif” ini menjadi tameng impunitas.

“Kami menangkap mereka bukan berdasarkan dugaan. Ini fakta nyata: menggali kabel negara, tanpa izin, di malam hari. Bukti lengkap ada di lapangan,” ujar salah satu perwira Korem yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Sikap kepolisian yang melepas para pelaku memicu pertanyaan serius. Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Atau ada kekuatan yang lebih tinggi yang sengaja membungkam keadilan?

Lebih miris lagi, dua dari lima pelaku mengaku sebagai wartawan. Dugaan muncul bahwa status pers itu dimanfaatkan sebagai alat intimidasi warga dan “kartu bebas” agar tidak dicurigai saat melakukan aktivitas ilegal. Publik pun bertanya-tanya: adakah koneksi gelap antara pelaku, oknum pers, dan aparat?

“Profesi jurnalis bukan untuk melindungi kejahatan. Ini pengkhianatan terhadap etika jurnalistik,” tegas Al Akbar, jurnalis independen dan pengamat media.

Yang juga absen dalam kegaduhan ini adalah PT Telkom Indonesia. Padahal aset yang digali adalah milik mereka, dan nilainya diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Namun, hingga berita ini diterbitkan, tidak ada satu pun pernyataan resmi dari Telkom atau Kementerian BUMN.

Diamnya Telkom menambah daftar kebisuan dalam sistem yang seharusnya bersuara. Dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, jelas disebutkan bahwa setiap kerugian terhadap aset negara wajib diproses secara hukum. Lantas, ketika kabel negara digasak, lalu negara diam, siapa yang sebenarnya sedang dilindungi oleh hukum?

Di media sosial, publik geram. Mereka mempertanyakan integritas hukum yang terkesan pilih kasih. Di satu sisi, TNI menjalankan peran menjaga kedaulatan dan aset negara. Di sisi lain, penegak hukum sipil justru membuka pintu lebar-lebar bagi pelanggaran hukum untuk lolos tanpa sanksi.

“Kalau TNI saja tak bisa menjamin pelaku ditindak, lalu siapa yang bisa?” tulis seorang netizen yang viral di X.

Kasus pencurian kabel di Mojokerto bukan sekadar kriminal biasa. Ini adalah tes lakmus bagi keberpihakan penegakan hukum, kepada rakyat dan negara, atau kepada para pelanggar yang berlindung di balik kekuasaan?

Sejumlah media, akan terus mengawal kasus ini. Karena yang sedang diuji bukan hanya hukum, tapi nyawa dari demokrasi kepercayaan publik. (tim/red)

JAWA TENGAH, NARASIONLINE.ID — Sebagai langkah serius dalam mewujudkan lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) bebas narkoba, sebanyak 100 narapidana kategori high risk kasus narkotika dari wilayah Sumatera Utara dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, pada Sabtu (14/6).

“Total sudah sekitar 1.000 warga binaan yang telah dipindahkan ke Lapas Super Maximum dan Maximum Security selama masa kepemimpinan Bapak Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, melalui pelaksanaan dari Bapak Dirjen Pemasyarakatan. Ini merupakan bentuk implementasi progresif dari akselerasi program pemberantasan narkoba di Lapas dan Rutan,” ungkap Rika Aprianti, Kasubdit Kerja Sama dan Pelayanan Publik Ditjenpas.

Rika menegaskan, pemindahan ini bertujuan tidak hanya untuk menekan peredaran narkoba di dalam lapas dan rutan, tetapi juga sebagai bentuk pembinaan kepada para narapidana agar ke depannya mampu berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

“Target kami adalah terwujudnya zero peredaran narkoba di dalam Lapas dan Rutan, yang tentu saja juga akan berdampak positif terhadap masyarakat luas. Di sisi lain, warga binaan yang dipindahkan diharapkan mendapatkan pembinaan maksimal dengan pengamanan ketat, agar dapat berubah perilaku dan tidak mengulangi kesalahannya,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa proses pemindahan warga binaan ke Nusakambangan telah dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), meliputi proses penyidikan, penyelidikan, hingga asesmen yang ketat.

“Ini merupakan bagian dari implementasi sistem pemasyarakatan, di mana tujuan utamanya adalah agar warga binaan menyadari kesalahan, tidak mengulanginya, dan tidak memberi pengaruh negatif di lingkungan lapas. Tidak ada toleransi untuk hal ini. Berkali-kali Bapak Menteri menyampaikan bahwa zero narkoba dan zero handphone adalah harga mati,” tegas Rika.

Ia pun berharap, para narapidana tersebut dapat kembali ke masyarakat kelak dengan pribadi yang lebih baik, menyadari kesalahan, serta mampu berkontribusi secara mandiri bagi keluarga dan lingkungan.

Pemindahan 100 warga binaan ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), dengan pengawalan 200 personel dari jajaran Direktorat Pengamanan Intelijen, Direktorat Kepatuhan Internal, pegawai Kanwil Ditjenpas, serta lapas di Sumatera Utara, bekerja sama dengan Satuan Brimob Polda Sumatera Utara. (red)

SANGGAU, NARASIONLINE.ID — Dugaan kuat penyalahgunaan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Bio Solar mencuat dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bernomor registrasi 6478506 yang terletak di Balai Karangan, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Peristiwa ini terungkap setelah tim media menerima laporan dari warga dan melakukan investigasi langsung ke lokasi, Jumat (13/6/2025).

Hasil investigasi menemukan adanya praktik mencurigakan berupa pengisian rutin BBM subsidi ke dalam tangki-tangki kendaraan modifikasi yang tidak dilengkapi pelat nomor atau identitas resmi.

Modifikasi semacam ini kerap digunakan untuk keperluan ilegal seperti penimbunan dan operasional Pertambangan Tanpa Izin (PETI), khususnya di wilayah perbatasan Kalbar–Serawak.

Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, distribusi BBM subsidi diperuntukkan hanya bagi sektor tertentu yang ditetapkan pemerintah. Bahkan, Pasal 55 UU Migas menyebutkan bahwa penyalahgunaan BBM subsidi dapat dikenakan pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.

Aktivis dari Forum Masyarakat Sipil Transparan, Rafiq, menegaskan bahwa dugaan ini bukan kasus tunggal. Menurutnya, laporan masyarakat soal penyimpangan serupa sudah berlangsung lama.

“Kami menerima banyak laporan soal solar subsidi yang disalurkan ke tangki-tangki gelap. Bahkan ada dugaan keterlibatan oknum aparat yang mengawal distribusi BBM ilegal ke tambang tanpa izin,” tegasnya.

Jika terbukti, pengelola SPBU dapat dijerat tidak hanya dengan UU Migas, tetapi juga Pasal 480 KUHP tentang penadahan, apabila turut menikmati keuntungan dari hasil penjualan BBM subsidi secara ilegal.

BPH Migas, melalui Peraturan Nomor 6 Tahun 2013 yang diperbarui lewat Perpres Nomor 191 Tahun 2014, telah menetapkan regulasi ketat terkait distribusi BBM subsidi. Namun, lemahnya pengawasan lapangan membuat praktik ilegal ini masih marak.

Pertamina, selaku penyedia utama BBM nasional, memiliki kewenangan memberi sanksi administratif kepada SPBU nakal, mulai dari peringatan tertulis hingga pemutusan hubungan usaha (PHU). Namun hingga kini, SPBU 6478506 masih beroperasi seperti biasa.

Kasus ini tidak hanya melibatkan potensi pelanggaran hukum, tetapi juga mencederai keadilan sosial dan fiskal negara. Setiap liter BBM subsidi yang diselewengkan berarti hak rakyat miskin yang dirampas dan kerugian nyata terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Untuk itu, redaksi NARASIONLINE.ID mendesak:

1. Pertamina dan BPH Migas segera menyegel SPBU 6478506 dan menghentikan seluruh pasokan BBM subsidi selama proses investigasi.

2. Polda Kalbar dan Kejati Kalbar membentuk tim khusus untuk membongkar jaringan distribusi ilegal BBM subsidi di wilayah perbatasan.

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan jika ditemukan indikasi suap atau keterlibatan oknum pengawas dalam melindungi praktik ilegal ini.

Penyelewengan BBM subsidi adalah bentuk kejahatan terhadap keadilan energi dan hak rakyat kecil. Negara wajib hadir, bertindak tegas, dan menindak siapapun yang terlibat tanpa pandang bulu, karena keadilan tidak bisa dinegosiasikan. (tim redaks)

MOJOKERTO, NARASIONLINE.ID — Penanganan kasus pencurian kabel tembaga milik PT Telkom Indonesia di Desa Sajen, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, tengah menjadi sorotan warga masyarakat setempat.

Lima orang terduga pelaku telah diamankan oleh pihak Korem 082/CPYJ. Bersama mereka, turut diamankan barang bukti berupa gulungan kabel tembaga dalam jumlah besar, dengan nilai kerugian yang diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

Salah satu dari lima orang tersebut disebut berinisial UH, yang diduga merupakan oknum wartawan dari sebuah media online di Tambakrejo, Kota Surabaya.

Empat tersangka lainnya masing-masing berinisial JAP alias JJ, warga Sawojajar Kota Malang, S, warga Simolawang Kota Surabaya, D, warga Ngoro Kabupaten Mojokerto, dan H, warga Pungging Kabupaten Mojokerto.

Namun, publik dikejutkan oleh kabar tak sedap yang beredar luas di lapangan. Kelima tersangka disebut-sebut akan dipulangkan, tanpa proses hukum yang transparan.

Informasi ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Warga menduga ada praktik “main mata” antara para pelaku dan aparat penegak hukum (APH), yang berpotensi mencederai keadilan dan mencoreng institusi kepolisian.

“Kalau benar dipulangkan, ini mencurigakan.! Jangan-jangan pencurian ini melibatkan pihak berwenang. Warga sudah tahu bagaimana mereka bekerja, menggali kabel di malam hari. Kalau ini dianggap miskomunikasi, lalu barang bukti itu mau diapakan?” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya, Sabtu (14/06/25).

Ia menegaskan, jika benar para tersangka dipulangkan tanpa proses hukum yang jelas, maka publik berhak menduga adanya intervensi dan dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus ini.

Sementara itu, sejumlah wartawan di Surabaya juga menyoroti kabar bahwa para pelaku pencurian akan dipulangkan. Mereka mempertanyakan kejelasan proses hukum yang berjalan, terutama setelah melihat salah satu terduga pelaku, berinisial UH, masih terlihat bebas menggunakan telepon genggam saat berada di Polres Mojokerto.

“Kami heran, UH masih dengan santainya bermain ponsel saat diamankan di Polres. Padahal, kasus ini sudah ramai diberitakan, bahkan sejumlah media televisi nasional ikut menyoroti,” ujar salah satu wartawan yang enggan disebutkan namanya.

Ia menambahkan, jika benar pencurian kabel ini disebut sebagai bentuk miskomunikasi, maka patut diduga ada praktik upeti sebelum para pelaku menjalankan aksinya. Apalagi, para tersangka awalnya diamankan oleh pihak Korem 082/CPYJ sebelum kemudian diserahkan ke Polres Mojokerto.

“Kalau ini disebut miskomunikasi, kami menduga kuat ada sesuatu yang diberikan sebelum aksi itu dilakukan. Ini tidak masuk akal kalau disebut hanya kesalahpahaman,” tegasnya.

Hingga berita ini diturunkan, Kapolres Mojokerto maupun Kapolda Jawa Timur belum memberikan tanggapan resmi. Redaksi NARASIONLINE.ID, masih terus berupaya melakukan konfirmasi sebagai bentuk komitmen terhadap prinsip keberimbangan dan akurasi pemberitaan. (Tim Redaksi)

MANGAPURA, NARASIONLINE.ID – Polres Badung kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas peredaran narkotika. Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, Satresnarkoba Polres Badung berhasil mengungkap enam kasus tindak pidana narkotika dengan total enam tersangka yang kini telah diamankan.

Kapolres Badung, AKBP M. Arif Batubara, SH, SIK, MH, M.Tr.opsla, dalam konferensi pers pada Sabtu (14/6/25) di Loby Polres Badung mengungkapkan bahwa para tersangka ditangkap di lokasi yang berbeda-beda di wilayah Kabupaten Badung. Mereka diduga terlibat dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika jenis sabu dan ekstasi.

“Selama kurang dari satu bulan terakhir, kami mengamankan enam orang tersangka dari 5 Laporan Polisi dari sejumlah lokasi berbeda. Mereka terdiri dari pengedar dan pengguna, dan saat ini masih dalam proses penyidikan lebih lanjut,” ujar Kapolres AKBP M. Arif didampingi Kasat Lantas AKP I Wayan Sugianta, SH dan Kasat Narkoba AKP I Nyoman Sudarma, SH., MH..

Dari tangan para tersangka, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya puluhan paket shabu siap edar dengan berat total netto 103,67 gram dan 1 butir ekstasi.

Para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Polres Badung mengimbau masyarakat untuk turut serta dalam memerangi narkoba dengan melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar.

(hms)

BANYUWANGI, NARASIONLINE.ID – Praktik pengelolaan limbah medis di Kabupaten Banyuwangi memicu kekhawatiran publik. Investigasi sejumlah media, termasuk Banyuwangi Update, mengungkap indikasi kuat pelanggaran terhadap prosedur pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang seharusnya ditangani secara khusus dan terstandarisasi.

Temuan tersebut berada di sebuah titik di Jalan Yos Sudarso No. 56, Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro. Di lokasi tersebut, terlihat tumpukan kantong-kantong limbah medis dan farmasi dengan berbagai ukuran yang hanya ditutupi terpal lusuh. Limbah-limbah tersebut dibiarkan tergeletak di area terbuka, terpapar langsung sinar matahari dan hujan, tanpa tempat penyimpanan tertutup yang sesuai dengan ketentuan dalam pengelolaan limbah B3.

Tim dari Banyuwangi Update sempat melakukan penelusuran langsung ke lokasi pada Sabtu (14/6/2025), namun tidak berhasil menemui pihak pengelola.

“Pak Didik masih di luar kota, Mas,” ujar Saiful, petugas keamanan yang berjaga di lokasi.

Saiful pun mengklaim bahwa penggunaan terpal di bawah tumpukan limbah sudah cukup untuk mencegah dampak lingkungan.

“Gak masalah, Mas, di bawahnya juga pakai terpal kok,” katanya enteng, seolah-olah standar keselamatan dan kesehatan lingkungan bisa digantikan dengan plastik seadanya.

Ia juga menambahkan bahwa sejauh ini tidak ada keluhan dari warga sekitar, seolah itu cukup untuk melegitimasi kelalaian yang terjadi.

“Warga sini gak pernah komplin,” tegasnya.

Padahal, limbah medis tergolong limbah B3 yang jika dikelola secara sembarangan bisa berdampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Paparan limbah tersebut berpotensi menjadi sumber penyebaran infeksi serta mencemari tanah dan air di sekitarnya.

Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan regulasi pengelolaan limbah B3 dan menunjukkan lemahnya pengawasan dari pihak berwenang. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak perusahaan maupun otoritas terkait. (*)

SURABAYA, NARASIONLINE.ID – Gerak cepat, Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Jawa Timur berhasil mengungkap praktik jual beli video dan foto pornografi anak sebanyak 2.500 konten melalui media sosial.

Dari pengungkapan tersebut, Polisi mengamankan Satu orang tersangka berinisial ASF (23) asal Kelurahan Belo Laut, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Belitung.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan, tersangka ASF melakukan jual beli foto dan video asusila (pornografi) anak melalui media sosial.

“Dalam aksinya, tersangka mendapatkan video dan foto pornografi itu dari sindikat penjualan pornografi anak lainnya, lalu diunggah ulang di channel Telegram dan aplikasi Potato Chat,” kata Kombes Abast, Jumat (13/6).

Untuk melakukan promosi channel Telegram dan Potato Chat secara berbayar, tersangka menggunakan Instagram dengan nama user @OrangTuaNakalComunity dengan mencantumkan bio telegram dengan username @OrangTuaNakalComunity,

“Dari pengakuan tersangka, calon pelanggan yang ingin masuk ke channel miliknya harus membayar Rp500 ribu per orang,” terang Kombes Abast.

Tersangka akan memasukkan member yang sudah membayar tersebut ke total 15 channel Telegram dan 1 channel Potato Chat yang berisi 2.500 konten pornografi anak dari berbagai daerah dan negara.

“Tersangka saat ini memiliki member lebih kurang 1.100 orang,” jelas Kombes Abast saat menggelar Konferensi pers di Gedung Bidhumas Polda Jatim.

Tersangka ASF mengelola Akun dan belasan chanel itu seorang diri, dengan hanya berbekal Dua Handphone miliknya.

“Keuntungan yang didapatkan tersangka dengan bisnis ini mencapai Rp10 juta tiap bulan,” tambah Kombes Abast.

Selama menjalankan bisnis konten pornografi, tersangka mendapat keuntungan kurang lebih Rp.240 juta.

Atas aksinya, ASF terancam Pasal 45 Ayat 1 Juncto Pasal 27 Ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang informasi transaksi elektronik, sebagaimana diubah dengan UU nomor 1 tahun 2024, tentang perubahan kedua atas UU nomor 11 tahun 2008, tentang ITE dan atau pasal 29 juncto pasal 4 UU nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi.

“Dengan ancaman paling lama 12 tahun penjara dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp.6 miliar,” tutup Kombes Abast. (*)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.