Sepucuk Surat dari Balik Jeruji, Ratapan Bang Napi soal Pungli di Rutan Bangil!

oleh -125 Dilihat
oleh
Google foto: Rutan Bangil, Kab. Pasuruan.

PASURUAN, Narasionline.id – Dari balik dinding dingin dan jeruji besi Rutan Bangil, sebuah suara lirih berusaha keluar. Suara itu bukan berupa teriakan, melainkan tulisan tangan sederhana yang tertuang dalam sepucuk surat. Surat itu ditujukan kepada seseorang yang paling ia percaya, yakni budenya, kakak dari orang tuanya.

Surat itu menjadi cara Bang Napi, sebutan akrab bagi seorang tahanan di Rutan Bangil, untuk meluapkan keluh kesahnya. Bukan soal panjangnya masa hukuman, bukan juga tentang kesepian, melainkan soal tekanan yang ia rasakan karena persoalan uang.

Dalam suratnya, ia menulis dengan tangan bahwa dirinya sedang membutuhkan uluran tangan berbentuk uang.

“Saya di sini butuh uang banyak. Karna, disini sedikit-sedikit iuran, dikit-dikit uang,” tulisnya dalam kertas putih yang dituangkan dalam bentuk tulisan dari hati dan pikiran paling dalam.

Kalimat itu sederhana, tapi menyiratkan beban yang begitu berat. Ia merasa terjepit di antara tuntutan hidup di dalam rutan dan kondisi keluarganya yang serba terbatas.

Baca Juga :  Hari Bhayangkara ke-79 Polres Lamongan Salurkan Bansos untuk Pemulung di TPA

Dalam surat itu, Bang Napi memohon agar budenya mau menghubungi beberapa kenalan. Ia berharap ada yang bisa mengulurkan tangan, sekadar mengirimkan uang untuk menutup kebutuhan sehari-hari di dalam rutan. Orang yang biasanya menolongnya, kata dia, kini tak bisa lagi dihubungi.

Untuk bertahan, ungkap Bang Napi, tak tinggal diam. Ia mencoba mencari cara agar tetap bisa memenuhi kebutuhannya. Kadang ia bekerja serabutan menjadi pembantu sesama narapidana yang memiliki uang lebih. Kadang juga ia menawarkan jasa pijat demi mendapat upah kecil. Semua itu dilakukan hanya untuk bisa bertahan hidup di tengah situasi yang menurutnya penuh tekanan.

Namun, di balik segala usaha itu, ada satu hal yang tak sanggup ia lakukan, meminta uang kepada ayahnya. Ia tahu betul, ekonomi keluarga di rumah tengah sulit. Baginya, meminta uang kepada sang ayah justru hanya akan menambah beban keluarga.

Kisah dalam surat Bang Napi bukan sekedar curhatan pribadi. Ia seakan membuka tirai tentang realita di dalam Rutan Bangil, yang beralamat di Jalan Mangga No. 2, Sidodadi, Kecamatan Bangil. Ada dugaan kuat praktik pungutan liar (pungli) yang membebani para narapidana.

Baca Juga :  Kapolri Hadiri Kick Off GPM Serentak se-Indonesia, 2.424 Ton Beras SPHP Disalurkan ke Masyarakat Hari Ini

Bagi mereka yang memiliki keluarga mampu, mungkin pungutan itu tak terasa berat. Namun, bagi napi dari kalangan ekonomi lemah, seperti Bang Napi, setiap rupiah yang diminta adalah pukulan yang mengiris hati.

Kondisi semacam ini jelas mengusik rasa keadilan. Rutan, yang seharusnya menjadi tempat pembinaan dan perbaikan diri, justru dicurigai menyimpan praktik yang melanggar hak asasi manusia.

Keluh kesah Bang Napi melalui surat itu seakan menjadi alarm kecil yang berdering di tengah malam. Suara yang mungkin dianggap lirih, tapi sebenarnya membawa pesan besar, ada sesuatu yang tidak beres di dalam.

Kisah ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Jawa Timur. Mereka diharapkan turun tangan, menyelidiki, dan menindak tegas oknum-oknum yang diduga melakukan praktik pungli.

Sebab, pada akhirnya, para narapidana tetaplah manusia. Mereka memang menjalani hukuman, tapi bukan berarti harus kehilangan hak-hak dasarnya. Pembinaan tidak seharusnya disertai tekanan finansial yang justru memperparah kondisi mereka.

Baca Juga :  Polres Madiun Sambut Hari Bhayangkara ke -79 Gelar Baksos di Daerah Terpencil

Sepucuk surat sederhana itu mungkin terlihat sepele bagi sebagian orang. Namun, bagi Bang Napi, surat itu adalah teriakan sunyi, permohonan agar ada yang mendengar, ada yang peduli, dan ada yang bertindak.

Ia tak meminta kebebasan. Ia hanya meminta agar bisa menjalani masa hukumannya tanpa harus terbebani oleh pungutan yang memberatkan. Di balik jeruji besi itu, Bang Napi hanya ingin diperlakukan sebagai manusia yang berhak mendapat pembinaan dengan adil dan bermartabat.

Hingga berita ini ditulis, media ini masih berupaya mengkonfirmasi pihak Rutan Bangil, agar lebih jelas dan terang dalam menyampaikan informasi kepada publik terkait hal tersebut. (Lks/red)

Redaksi Narasionline.id
Untuk klarifikasi, laporan, dan pengaduan publik, hubungi: redaksi@narasionline.id
Masyarakat juga dapat menyampaikan testimoni, bukti, atau informasi tambahan melalui email.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.